Total Tayangan Halaman

Minggu, 12 Oktober 2014

PENYERTAAN TUHAN (Kel. 13:17-22)



Introduction
Sekitar beberapa tahun yang lalu saya melayani di suatu daerah yang cukup terpencil. Daerah yang kata orang cukup mengerikan. Maka saya ingin membuktikan bahwa pernyataan orang lain tersebut adalah salah. Ada satu pengalaman yang cukup membekas dalam ingatan saya sampai saat ini, mungkin karena itu adalah pengalaman pertama setelah 2 minggu tiba didaerah tersebut. Ini kami alami saat kami berdua pulang malam dari pelayanan di suatu distrik yang jauh dari tempat kami tinggal, jaraknya dibatasi oleh hutan. Saat itu kami sedang naik motor. Di tengah jalan, kamu melihat seorang laki-laki sedang berbaring dipinggir jalan dengan balok yang cukup panjang di samping, yang ditaruh melintang dijalan raya. Sebagai orang baru ditempat tersebut dan ditambah dengan cerita-cerita yang mengerikan bahwa sering terjadi pembunuhan di jalan tersebut membuat kami berdua lumayan merinding. Kami mulai berpikir bagaimana kalau ia bangun terus begini-dan begitu. Mulai mengarang scenario criminal dalam pemikiran kami. Apa lagi kami berdua masih muda, dan sangat tidak mau mati muda. Kembali ke gereja bukan pilihan yang tepat, karena tidak lucu seorang hamba Tuhan takut (biasanya kan begitu…. ).

 Akhirnya kami memutuskan untuk tetap jalan, tancap gas, apapun yang terjadi tidak apa-apa, kalaupun kita mati malam ini tidak apa “kita mati sebagai misionaris muda” walaupun sebenarnya itu hanya dimulut saja, menguatkan satu sama lain, padahal dalam hati sangat berbeda. Ketika kami melewati orang tersebut, ternyata ia tidak bangun mungkin karena lagi mabuk berat jadi dia tidak mendengarkan suara motor kami. Puji Tuhan selamat, Tuhan masih baik. Tapi kemudian kami berpiki dan bertanya : “KALAU MISALNYA KITA MATI DITANGAN ORANG TERSEBUT, PUJI TUHAN TIDAK YA? TUHAN MASIH TETAP BAIK NGGAK YA?”

Bpk/ibu/sdr sekalian bukankah kalimat yang sama yang sering terlontar dari mulut kita ketika kita berhasil ke luar dari satu keadaan begitu buruk. Tuhan masih tetap menyertai kita sehingga kita bisa bebas dari masalah tersebut.

-          Puji Tuhan rumah saya tidak terbakar di antara satu RT, kemudian kesaksian lagi di gereja.
-          Namun apakah masih tetap puji Tuhan dan mengakui penyertaan Tuhan jika yang terjadi adalah hal yang tidak kita inginkan.

Kita begitu antusias sekali terhadap pernyataan Tuhan dalam hidup kita. Kita menilai bahwa inilah yang terpenting yang harus kita miliki sebagai orang kristen. Dan kalau boleh jujur kita sering mengidentikannya dengan hal-hal yang positif saja bukan. Tapi memang menyenangkan sekali ketika kita itu disertai oleh seseorang yang lebih dari kita. Mungkin atasan kita, orang tua kita, ataupun orang-orang yang kita kasihi. Dulu ketika saya belajar naik sepeda, kakak saya itu selalu berkata begini “TIDAK APA-APA, KAYUH SAJA PEDAL SEPEDANYA JANGAN RAGU-RAGU, AKU ADA DI SINI BEGO”, Dan ketika ia berkata demikian meskipun jidat saya jadi korban, maka saya pun mulai mengayuh sepeda itu dengan lebih berani, karena sekarang saya tahu bahwa ada kakak saya disamping saya yang beserta dengan saya, sehingga saya tidak akan jatuh. Ada kepercayaan, ada ketenangan di sana. Seharusnya penyertaan Tuhan lebih indah dari itu bukan. 

Rasul Paulus melihat betapa pentingnya penyertaan Tuhan bagi setiap umat Allah sehingga hampir disemua suratnya baik di awal maupun di akhir ia selalu memberkati jemaat dengan frasa “KIRANYA TUHAN MENYERTAI KAMU SEKALIAN”
-          Rom 1:7 Kepada kamu sekalian yang tinggal di Roma, yang dikasihi Allah, yang dipanggil dan dijadikan orang-orang kudus: Kasih karunia menyertai kamu dan damai sejahtera dari Allah, Bapa kita, dan dari Tuhan Yesus Kristus.
-          1Cor. 16:23 Kasih karunia Tuhan Yesus menyertai kamu.

Gideon juga menyadari bahwa penyertaan Allah sangat penting dalam kehidupannya. Makanya ketika ia dipanggil dan di suruh untuk pergi melawan orang Midian ia meminta tanda apakah Tuhan benar-benar menyertainya atau tidak. Karena Gideon sangat sadar sekali bahwa, tanpa penyertaan Tuhan dalam peperangan yang akan ia hadapi, ia tidak akan berhasil.

Kita percaya bahwa Tuhan itu selalu menyertai umat-Nya, tapi pertanyaannya adalah apakah kita sebenarnya mau disertai oleh Tuhan? Jangan-jangan kita malah nggak suka sebenarnya kalau Tuhan beserta? Atau kita juga malah mengkotak-kotakan penyertaan Tuhan. Yang ini butuh penyertaan Tuhan dan yang ini tidak butuh penyertaan Tuhan. Pergi pelayanan meminta penyertaan Tuhan, tapi pergi ke indomaret di depan ini tidak meminta penyertaan Tuhan. Jangan-jangan kita sebenarnya ada orang yang bisa melakukan apa saja dengan kekayaan dan kemampuan yang kita miliki sehingga kita merasa bahwa penyertaan Tuhan belum kita butuhkan untuk saat ini. Bahkan sebenarnya sesuatu yang biasa kita lakukan kemungkinan besar membuat kita merasa tidak membutuhkan penyertaan Tuhan, karena kita sudah biasa melakukannya dan ternyata kita berhasil terus. Atau juga karena keadaannya sepertinya tidak begitu rumit sehingga kita merasa tidak butuh-butuh amat penyertaan Tuhan.

Max Lucado itu pernah berkata begini: Kita kalau sudah terbiasa naik pesawat, punya pengalaman naik pesawat berulang-ulang, sudah mandiri, sudah bisa memasang sabuk dengan baik, bahkan sudah bisa mengerti hal apa yang harus kita lakukan jika dalam situasi darurat, maka kita itu tidak pernah meminta bantuan lagi kepada para awak kapal karena kita sudah dewasa dan mandiri, sudah terbiasa. Bahkan kitapun tidak mau mendengarkan instruksi pendaratan mendadak.
Sama halnya dalam memahami penyertaan Tuhan dalam kehidupan kita. Rutinitas yang biasa kita lakukan membuat membuat kita mengatakan bahwa kita tidak membutuhkan penyertaan Tuhan dalam hidup ini.

Bagaimana sebenarnya kita harus memahami penyertaan Tuhan dalam kehidupan kita ini sebagai orang yang mengaku percaya kepada Tuhan?

Subject
Mari kita sama-sama melihat satu kisah kehidupan umat Tuhan yang dicatat dalam alkitab bagaimana Tuhan menyertai mereka, yaitu PERJALANAN BANGSA ISRAEL DARI MESIR MENUJU TANAH KANAAN (KELUARAN 13:17-22).   à buka alkitab ß Perikop ini menceritakan tentang bagaimana Tuhan menyertai perjalanan bangsa Israel. Alkitab menceritakan kepada kita bahwa sejak bangsa Israel keluar dari Mesir di bawah pimpinan Musa, TUHAN selalu menuntun umatNya, TUHAN menyertai umatNya.

Keluaran 13: 20-21:
TUHAN berjalan di depan mereka, pada siang hari dalam tiang awan untuk menuntun mereka di jalan, dan pada waktu malam dalam tiang api untuk menerangi mereka, sehingga mereka dapat berjalan siang dan malam. Dengan tidak beralih tiang awan itu tetap ada pada siang hari dan tiang api pada waktu malam di depan bangsa itu”  Jelas bahwa TUHAN menyertai mereka. Tidak ada orang yang meragukan hal ini. Tetapi apa yang terjadi dalam perjalanan mereka selanjutnya? Sejumlah besar persolan harus mereka hadapi.
-          Baru saja Tuhan selesai berjanji bahwa Ia akan menyertai mereka, mereka sudah di kagetkan dengan orang Mesir yang mengejar mereka. 14:9-12. Apa yang kita lakukan jika berada diposisi seperti mereka? Katanya menyertai?
-          Di padang gurun tidak ada persediaan air, tidak ada makanan enak, berperang melawan bangsa lain
-          Hal ini membuat mereka hanya bersungut-sungut kepada Tuhan, bahkan mereka ingin kembali ke Mesir karena mereka kangen dengan makanan di Mesir. 

 Apakah sungguh TUHAN masih menyertai mereka?  Jika TUHAN masih menyertai mereka mengapa pada faktanya mereka masih mengalami persoalan? Jika TUHAN tidak lagi menyertai mereka mengapa tiang awan dan tiang api masih ada di depan mereka juga?
Apa yang bangsa Israel pikirkan tentang penyertaan Allah?
-          Ternyata bangsa Israel melihat penyertaan Allah identic dengan berkat atau kemenangan-kemenangan
-          Selalu menginginkan bukti penyertaan Tuhan bagi mereka sesuai apa yang mereka inginkan


Ketika mereka tidak mendapatkan penyertaan Allah seperti yang mereka inginkan, maka mulai timbul keraguan dari bangsa Israel, apakah Tuhan yang mereka percayai ini benar-benar menyertai mereka atau tidak.

Hal yang sama ditanyakan oleh Gideon kepada Tuhan ketika zaman hakim-hakim. Hak. 6:12-13 Malaikat TUHAN menampakkan diri kepadanya dan berfirman kepadanya, demikian: "TUHAN menyertai engkau, ya pahlawan yang gagah berani." Jawab Gideon kepada-Nya: "Ah, tuanku, jika TUHAN menyertai kami, mengapa semuanya ini menimpa kami? Di manakah segala perbuatan-perbuatan-yang ajaib yang diceritakan oleh nenek moyang kami kepada kami, ketika mereka berkata: Bukankah TUHAN telah menuntun kita keluar dari Mesir? Tetapi sekarang TUHAN membuang kami dan menyerahkan kami ke dalam cengkeraman orang Midian."

Pertanyaan yang mungkin sekali diajukan oleh banyak orang kristen khususnya pada saat mereka mengalami persoalan yang luar biasa. Apakah TUHAN masih menyertaiku? Apakah TUHAN masih memimpin hidupku? Jika ya, mengapa persoalan hidup ini harus kuhadapi? Mengapa persoalan selalu datang silih berganti dalam hidupku? Dan mereka menjadi frustrasi dan bersungut-sungut kepada TUHAN.

Apakah sebenarnya bangsa Israel benar-benar mau di sertai oleh Tuhan? Kenyataannya tidak. Di dalam kehidupan mereka, mereka ingin hidup bebas tanpa ada interfensi dari Allah. Dan puncaknya adalah ketika mereka meminta seorang raja. Dan Tuhan berkata kepada Samuel: ”AKU-lah YANG MEREKA TOLAK”. Mungkin setelah mendiami tanah perjanjian mereka merasa sudah tidak membutuhkan Tuhan, yang mereka butuhkan adalah raja seperti bangsa asing lain. Layaknya suatu bangsa, yakni memiliki pemimpin yang riil atau raja.

Dan mungkin ini juga masalah yang kita miliki sebagai orang kristen. Perasaan yang sebenarnya tidak butuh-butuh amat penyertaan Tuhan. Toh, apa yang saya inginkan saya bisa peroleh dengan kemampuan saya.
-       Ibarat seorang anak yang sudah dewasa yang tidak membutuhkan lagi orang tuanya.

Namun yang luar biasanya adalah Allah tidak pernah meninggalkan bangsa Israel, meskipun mereka mempertanyakan janji penyertaan-Nya atau bahkan ketika mereka menolak penyertaan-Nya. Tabut sebagai lambang kehadiran Allah memang telah hilang namun itu tidak menghilangkan penyertaan Tuhan bagi umat-Nya. Penulisan kata IMMANUEL di awal Injil Matius merupakan sesuatu yang begitu penting, dimana menunjukkan bahwa Allah tetap menyertai umat-Nya. Bahkah ketika Tuhan Yesus naik ke sorga, Ia menegaskan kembali penyertaan Allah ini dengan berkata ”Aku menyertai engkau sampai kepada akhir zaman”.

Seberapa jauh kita sudah mengenal Allah yang kita sembah? Dan seberapa jauh kita sudah merasa membutuhkan penyertaan Tuhan dalam hidup ini.

Kalau begitu bagaimana saya dapat menyadari penyertaan Tuhan dalam kehidupan ku? Apa yang harus kita lakukan?

1.       Manusia adalah berdosa
Pertama-tama kita harus menyadari bahwa setiap kita adalah manusia berdosa. Natur dosa itu sudah ada dalam diri kita. Dosa membawa keterpisahan kepada Allah. Realita di dalam alkitab mencatat bahwa terang dan gelap tidak mungkin bersatu. Sehingga untuk merasakan penyertaan Tuhan itu adalah hal yang mustahil.

2.       Kita yang adalah manusia berdosa ini adalah objek dari penyertaan Allah.
Ternyata kita manusia berdosa ini yang mustahil mendapatkan penyertaan Tuhan adalah objek dari penyertaan Tuhan. Artinya bahwa di saat kita tidak bisa mendapatkan penyertaan Tuhan dengan kondisi kita seperti itu, Tuhan malah memberikannya kepada kita. Bukan karena kebaikan kita ataupun karena kelebihan kita. Di dalam keberdosaan umat Allah di padang gurun, Ia pun tetap menyertai mereka. Dan di dalam kesulitan hidup yang dialami oleh umat-Nya pun, Ia tetap ada di sana. Namun bukan berarti bahwa jalan yang akan ditempuh lurus-lurus saja. 

-          Tiang awan dan tiang api tetap ada untuk menyertai bangsa Israel, tapi mereka masih bisa mengalami kehausan yang luar biasa dan air yang mereka temui justru pahit? Mereka juga masih bisa dikalahkan oleh musuh-musuh mereka.

-          Tuhan tetap menyertai Abraham, tetap menyertai Daud meskipun pernah jatuh dalam dosa perjinahan dan pembunuhan, tetap menyertai Rasul Petrus yang pernah menyangkal Tuhan. Dan aku yang berdosa inipun, yang setiap hari berbuat dosa, tidak bisa menjadi panutan buat orang lain, tidak jujur di tempat pekerjaan, tetap disertai oleh Tuhan. 

-          Tapi kenapa saya masih bisa mengalami kesulitan?
-          Kehidupan Yusuf dapat menjadi salah satu contoh bagi kita. Firman Tuhan mencatat bahwa Allah menyertai Yusuf. Tapi apa yang terjadi, Yusuf masih bisa dibenci oleh saudara-saudaranya, Yusuf difitnah, bahkan terakhir dipenjara. Tapi justru di dalam penjara itu ia semakin menyadari penyertaan Tuhan itu dalam kehidupannya.

-          Bunda Teresa dalam Malam gelap jiwanya ia mengatakan bahwa ia tidak merasakan kehadiran Allah, tapi kemudian ia berkata bahwa justru dalam keadaan seperti itu Tuhan menolongnya.
-          Mungkin ada kalanya pun kita mengalami masa-masa gelap seperti itu. Sulit melihat dan meyakini penyertaan Tuhan di masa-masa sulit tertentu. Mungkin terkadang pun kita tidak konsisten untuk memahami dan mempercayai penyertaan Tuhan dalam hidup ini. Bahkan membuat kita semakin bertanya-tanya tentang penyertaan Tuhan dimana. Tapi Allah memakai perasaan-perasaan tersebut untuk menolong dan menyertai kita.

3.       Kita harus memberikan respon
Setelah kita memahami hal ini maka kita harus memberikan respon terhadap penyertaan Tuhan tersebut. Setelah Allah menyatakan penyertaan-Nya kepada Gideon, maka tuntutan yang diberikan kepada Gideon adalah ia harus mempercayai penyertaan Allah tersebut, dan membuktikan kepercayaannya itu dengan maju merobohkan baal dan melawan musuh Israel. Tidak ada waktu lagi bagi Gideon untuk menundanya.

Apakah kita masih menunda untuk mengakui bahwa ’saya membutuhkan penyertaan Tuhan dalam hidup ini?” Setelah kita tahu bahwa kita ini adalah orang berdosa namun tetap disertai oleh Tuhan, apakah kita masih menunda untuk mengakuinya? Atau apakah kita masih tetap mengaitkannya dengan berkat-berkat yang kita inginkan? Apakah Tuhan harus memberikan kesulitan dulu baru kita merasa membutuhkan penyertaan Tuhan? Atau apakah Tuhan harus terlebih dahulu membuka tingkap-tingkap langit untuk mengakui bahwa itu adalah penyertaan Tuhan?

Ada sebuah anonim yang bunyinya begini:
Terkadang kita harus merasakan kesedihan untuk bisa memahami arti sukacita, terkadang diuji dulu untuk memahami arti iman, berseteru dulu untuk memahami kedamaian, dikhianati dulu untuk memahami arti kepercayaan, kehilangan dulu untuk memahami arti cinta, mengalami keraguan dulu untuk memahami arti harapan,

Apakah harus seperti itu? Kita harus menunggu dulu sampai kita mengalami hal demikian? Memang ada kalanya seperti itu. Tapi apakah kita mau menunggu dulu Allah mengambil apa yang ada pada kita, kita diperhadapkan dengan kesulitan-kesulitan hidup, baru mau membutuhkan penyertaan Tuhan?  Dan banyak orang yang kehilangan kesempatan dalam hal itu.

Mengakui penyertaan Tuhan dalam hidup ini seharus membuat hidup ini menjadi berbeda dari biasanya. Karena sekarang kita mulai melibatkan Tuhan dalam hidup kita dan kita mulai berpikir ulang apakah yang kita lakukan sesuai dengan kehendak-Nya atau tidak. Memang bukanlah hal yang mudah. Mungkin ada kalanya kita berkomitmen untuk melakukannya, namun mungkin kita terkadang kita tidak konsisten dengan komitmen tersebut sehingga membuat kita jatuh dalam hal-hal yang tidak dikehendaki oleh Allah. Kemudian kita berkomit lagi untuk melakukannya, kemungkin untuk mengingkarinya masih ada. Dan inilah dinamika kehidupan kita sebagai orang percaya. Dan saat itulah kita mulai merasakan bagaiman Roh Kudus dalam diri kita sebagai orang percaya terus bekerja.

Pertanyaannya adalah: APAKAH KITA SUDAH BENAR-BENAR DEALING DENGAN ROH KUDUS YANG ADA DALAM DIRI KITA?
Jalan serta Yesus, jalan sertanya setiap hari
Jalan serta Yesus, serta Yesus s’lamanya
Jalan2 suka, jalan2 susah
Jalan sertaNya setiap hari
Jalan serta Yesus serta Yesus s’lamanya
Marilah kita menghidupkan pujian yang biasa kita nyanyikan ini dalam kehidupan kita sehari-hari.

3 komentar :

  1. puji Tuhan, saya merasa diberkati membaca artikel rohani ini, trimakasih TYM :)

    BalasHapus
  2. Puji Tuhan, saya dapat pencerahan dari artikel rohani ini.

    BalasHapus
  3. Puji Tuhan sy sangat diberkati dari firman Tuhan ini....

    BalasHapus