Total Tayangan Halaman

Selasa, 07 April 2015

Mengampuni 7x70x (Matius 18:21-35)


Syalom….!!!
Ilustrasi: Ijinkan saya memberikan sugesti kepada bapa ibu saudara sekalian untuk mengawali khotbah saya hari ini. Saya meminta kita semua untuk menghadirkan satu nama di benak saudara2 sekalian. Tapi, nama ini bukan nama orang yang memberikan anda coklat waktu valentine atau orang yang memberikan angpau waktu imlek kemarin, tapi orang ini adalah orang yang sangat menjengkelkan, suka bikin masalah, mungkin juga pernah menyakiti saudara. Satu nama saja (DAN SAYA BERHARAP TIDAK ADA NAMA SAYA DISANA YA…).
Kalau tidak ada orang yang menjengkelan bagi saya gimana? Ya, sebut saja namanya B, berandai-andai aja dulu.
Oke,,, sekarang dibenak saudara ada satu nama orang yang tidak anda sukai. Setelah nama itu ada, tiba-tiba ada satu suara, entah itu suara Tuhan, suara hati saudara, atau suara orang lain, yang berkata seperti ini: “SEKARANG,,, KAMU PERGI MENGHAMPIRI ORANG YANG ADA DIPIKIRAN KAMU ITU, ALIAS ORANG YANG TIDAK KAMU SUKAI, PERGI TEMUI DIA DAN LAYANILAH DIA, BERITAKANLAH KASIH KRISTUS KEPADANYA”.
Bagaimana bapa ibu saudara sekalian? Ada yang bersedia? Bagi yang tidak bersedia mari kita berdoa memohon pengampunan Tuhan???

Saudara…
Bagaimana saudara masih berkeras hati untuk tidak melakukannya atau ada perubahan setelah berdoa? Mungkin ada yang berkata “Tuhan tidak mungkin setega itu sama saya lah..”. Dulu juga saya memiliki pemikiran yang seperti itu. Tapi ternyata “Tuhan tega” menyuruh kita untuk melakukan hal seperti itu. Hal yang sama, yang juga dialami oleh Yunus, ketika Tuhan memberikan dia satu kejutan untuk melayani di Niniwe.

Apakah saudara pernah mengalami hal yang sama? Kita tidak pernah tau siapa yang akan kita layani, mungkin kalau mereka adalah orang yang baik2 saja, maka kita bisa enjoy untuk melayani, tapi bagaimana jika kita itu terpanggil untuk melayani orang-orang yang sulit bagi kita, orang-orang yang pernah memiliki kenangan pahit dengan kita, melayani orang Niniwe seperti Yunus. Apakah kita bersedia atau tidak? Mungkin yang menjadi kuncinya adalah TERLEBIH DAHULU MEMBERI PENGAMPUNAN KEPADA MEREKA, KITA BARU BISA MELAYANI MEREKA. Bohong jika kita berkata saya bisa melayaninya tanpa mengampuninya. Yunus menjadi contohnya, dan hanya rasa sakit hati, amarah dalam dirinya yang ia dapatkan ketika melakukan hal seperti itu.  Kebencian adalah harimau yang menggeram di dalam jiwa. kebencian adalah tanggapan alami kita terhadap rasa sakit hati yang mendalam dan tidak adil. Kebencian adalah pembalasan secara naluriah kita terhadap siapa saja yang melukai hati kita secara tidak benar. Mengampuni adalah obat cinta yang dapat mengatasinya.
Kalau begitu apa itu pengampunan dan bagaiman kita dapat mengampuni orang yang pernah menjadi kenangan pahit dalam kehidupan kita? MATIUS 18:21-35.

Mengampuni 70x7x. Mengampuni adalah kata yang mudah diucapkan sulit untuk dilakukan. Mengampuni adalah obat cinta yang harus kita gunakan ketika kita diperlakukan secara tidak semestinya. (Jiraiya - Naruto) pernah berkata seperti ini “Memaafkan adalah kunci untuk memutuskan rantai kebencian. “ Namun bagi saya ini bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan, meskipun saya sadar bahwa Tuhan menghendaki kita untuk mengampuni sesama. Kepada Petrus, Yesus mengajarinya untuk mengampuni 70x7x. Atau kita sering sekali mengenalnya dengan istilah lain yakni mengampuni tanpa batas. Pengampunan merupakan natur dari Kerajaan Sorga. Dalam perumpamaan yang diceritakan oleh Tuhan Yesus, disana menunjukkan pengampunan yang tidak ada batasnya.
Hal ini berbeda dengan apa yang pernah dikumandangkan oleh Lamekh dengan mengatakan  pembalasan dendam tujuh puluh tujuh kali. Bahkan berbeda dengan apa yang dikatakan oleh Musa: “mata ganti mata”.
Hal yang menarik dari ajaran Tuhan Yesus ini adalah Ia tidak memerintahkan pendengarnya untuk melupakan perkara yang ada. Sehingga sangat tepat sekali jika dikatan bahwa “mengampuni bukan berarti melupakan”.
Dalam perikop ini ada 3 tokoh utama yang diceritakan:
-          Raja
-          Hamba 1
-          Hamba 2
Hamba 1 dan 2, sama2 berperan sebagai penghutang (orang yang memiliki utang). Jalan cerita kedua hamba ini sama, hanya endingnya saja yang beda:
-          Hamba 1 memiliki utang kepada raja, karena tidak sanggup maka raja hendak menjual dia dan keluarganya untuk melunasi hutangnya, tapi karena ia memohon maka raja menghapuskan hutangnya.
-          Hamba 2, memiliki utang kepada hamba 1 yang sudah dihapus hutangnya oleh raja. Karena hamba 2 tidak sanggup melunasi hutangnya maka ia dimasukkan ke dalam penjara sampai ia membayar hutangnya.

Dari kisah ini apa yang dapat kita renungkan?

I.        Pengampunan hanya dapat diberikan oleh mereka yang memilki kelebihan dalam hidup ini

Untuk memberikan pengampunan kepada orang lain bukan hal yang mudah untuk dilakukan. Saya salut dengan orang-orang yang mudah memafkan orang lain, tapi saya juga maklum kepada teman saya yang tidak bisa mengampuni hamba Tuhan digerejanya. Tapi setelah saya pikir-pikir dan mencoba untuk mempelajari tingkah laku orang-orang disekitar saya, saya menemukan bahwa terkadang kita itu sebenarnya tidak sedang mengampuni, tapi hanya mengatasnamakan PENGAMPUNAN.
-          Mengapa orang Kristen cepat sekali mengatakan ‘aku memaafkan kamu, aku sudah memaafkan dia”. Dulu saya berpikir bahwa ini adalah nilai plus dari orang2 kristen, tapi akhirnya saya melihat bahwa lingkungan kekristenan terkadang membuat kita terpaksa untuk memberi pengampunan kepada orang lain. “masa orang kristen tidak mengampuni..”
-          Terkadang manusia juga mengampuni untuk memenuhi kebutuhannya atau apa yang ia inginkan. Contohnya Esau. Secara kasat mata Esau sudah mengampuni Yakub. Dulu Ishak berkata “jika ia bersungguh-sungguh, maka engkau akan melemparkan kuk itu dari tengkukmu alias ia akan diberkati”. Dan hal ini dibuktikan dengan ketika ia bertemu dengan Yakub, ia sudah memiliki harta. Artinya bahwa kuk itu sudah ia lepaskan, dan ia spertinya sudah tidak dendam lagi kepada Yakub. Tapi saudara,,, kalau coba kita perhatikan, siapa sih Esau? Bagaimana pola pikirnya? Bukan ia adalah orang yang need oriented, berorientasi pada pemenuhan kebutuhannya saat itu. Ketika ia lapar, ia membutuhkan makanan. Dan makanan hanya ia dapat dari Yakub kalau ia memberikan hak kesulungannya. Dan apa yang terjadi? “Toh sebentar lagi saya juga mati,buat apa hak kesulungan ini, yang penting perut kenyang”. Dan disana “Tuhan marah kepada Esau, karena menjual hak kesulungannya”. Demi kebutuhannya ia rela melakukan apa saja, bahkan rela mengorbankan hal terpenting dalam hidupnya. Bukankah masuk akal juga, jika hanya demi harta ia bekerja sungguh-sungguh, dan ia sudah mendapatkannya, sehingga ia rela mengampuni Yakub, walaupun pada awalnya ia ingin membunuh Yakub yang telah menipu dan melukai hatinya.

Kedua contoh ini cukup indah bukan? Dan mungkin saja menjadi kesaksian bagi orang lain. Tapi apakah ini yang disebut dengan pengampunan yang Tuhan inginkan? Dalam I Korintus 13 Paulus berbicara masalah kebaikan yang tanpa didasari oleh Kasih, maka itu tidak ada gunanya, Paulus menyebutnya “BAGAIKAN GONG YANG BERKUMANDANG DAN CANANG YANG GEMERINCING”. Sebentar lalu hilang kemudian.
Dari perikop yang sudah kita bacakan tadi kita dapat lihat perbandingan antara raja dengan hamba 1.
-          Raja memiliki sesuatu yang lebih dalam dirinya, sehingga ia bisa memberikannya kepada hamba 1 yang berutang kepadanya. Ayat 27 “tergeraklah hatinya oleh belas kasihan…”
-          Tapi coba lihat hamba 1, apakah ia tidak memiliki sesuatu yang lebih dalam dirinya? Hamba 1 memiliki tipe kepribadian selalu merasa kurang, dan kurang. Dia berutang 10 ribu talenta, artinya bahwa ia tidak hanya meminjam sekali dua kali, tapi kemungkinan berkali-kali ia meminjam uang kepada raja, karena merasa kurang-kurang, kurang dan kurang, untuk memenuhi kebutuhannya. Pola seperti ini, terjadi ketika ia bertemu dengan temannya (hamba 2) yang hanya berhutang 100 dinar kepadanya. Bagi seorang hamba ditambah lagi dengan kepribadiannya yang seperti itu, maka uang sebesar 100 dinar adalah hal yang sangat penting dan berharga. Ayat 30 “…..”
Apa sebenarnya yang harus dilakukan oleh hamba yang sudah dihapus hutangnya ini? Seperti kata Raja di ayat 33 “bukankah engkaupun harus mengasihani kawanmu seperti aku telah mengasihani engkau?”. Hamba ini tidak pernah menyadari sesuatu yang lebih dalam dirinya. Ia tidak bisa melihat dan merasakan betapa besarnya pengampunan yang sudah ia dapatkan, sehingga ia tidak dapat membagikannya.

Dari sini kita belajar bahwa kita mengampuni karena kita sudah diampuni. Berarti ini berkaitan dengan masalah iman. Kita adalah orang-orang yang sudah menerima anugerah yaitu pengampunan dari Tuhan. Kepada orang-orang yang sudah diampunilah,  Allah memberikan Roh Kudus untuk dimampukan hidup dalam anugerah Allah dan dimampukan untuk membagikannya kepada orang lain. Namun seberapa seringkah dalam hidup ini kita menyadari bahwa kita adalah orang-orang yang sudah menerima anugerah Allah? Jika sudah menyadari hal ini, menyadari bahwa saya memiliki sesuatu yang lebih dalam diri saya, maka kita siap untuk membagikannya kepada orang lain. Menerima tanpa merasakannya tidak ada gunanya, hanya akan menjadi sama seperti hamba yang sudah dihapus hutangnya tersebut.

Namun bagaimana hal ini bisa selaras dengan keunikan kepribadian kita? Setiap kita juga memiliki kelemahan pribadi dan kita masih terus bergumul dengan hal itu, sehingga untuk memberikan pengampunan masih sulit. Henry Nowen pernah mengatakan “Terkadang jauh lebih mudah memelihara sakit hati dan terus mengorbankannya hingga akhirnya berubah menjadi kepahitan yang akan lebih menyakiti kita”. Kalau begitu  Apa yang harus kita lakukan?

II.      Butuh kejujuran di hadapan Tuhan dan sesama

Berapa banyak kebohongan yang sering kita lakukan dalam berelasi dengan seseorang, dengan cara menyimpan dendam. Ketika semester selalu saya mengerjakan paper tentang KOMUNIKASI DALAM PERNIKAHAN, beberapa buku yang saya baca mengatakan bahwa “salah satu masalah terbesar dalam pernikahan adalah masalah komunikasi”. Salah satu contohnya: seorang istri yang tidak jujur bahwa ia marah kepada suaminya yang telat makan malam. Ketika suami bertanya “kamu tidak apa2?”, ia menjawab “aku tidak apa2”. Bapa ibu yang sudah berumah tangga pasti sangat mengerti contoh ini. Tapi saya melihat bahwa, dalam sebuah relasi, kalimat “AKU TIDAK APA2” ini adalah satu kalimat yang sangat powerfull untuk menyimpan amarah dan biasanya laki2 menafsirkan kata2 ini secara literal, “YA UDAH, KALAU KAMU NGGAK APA2”. Dan sejak saat itu “PERANG DUNIA KE-3 SUDAH DIMULAI”.

Kejujuran akan perasaan yang sedang dialami adalah satu hal yang sangat menolong kita untuk bisa memberikan pengampunan kepada orang lain. Dan bagi saya Yunus adalah tokoh yang paling jujur dihadapan Tuhan, tentang amarah yang ia simpan untuk bangsa Niniwe dan Tuhan tau akan hal itu. Namun untuk bisa jujur sendiri, dibutuhkan keberanian, keberanian untuk bisa menghadapi rasa sakit lagi.

Ilustrasi:
Tahun 2010 saya pelayanan di sebuah sekolah di pedalaman, dan saat itu kami sedang merayakan valentine. Kami guru2 mulai memikirkan apa yang harus kita lakukan di valentine kali ini ya, banya ide yang masuk, dan akhirnya kami memutuskan untuk mengajak anak2 untuk menebar kasih melalui memberi pengampunan. Acaranya diawali dengan renungan singkat tentang kasih, kemudian setelah khotbah, kami mengajak anak2 untuk mencoba meriview kembali orang-orang yang pernah menyakiti mereka dan menantang mereka untuk membagikan kasih kepada orang tersebut. Kami menyediakan selembar kertas yang cukup lebar dan mereka dapat menuangkan isi hati mereka disitu. Satu persatu secara bergiliran maju kedepan, menuliskan isi hatinya, kebenciannya kepada seseorang. Disana mereka menulis: “aku benci kamu, kamu tega berbuat seperti itu, ayah macam apa kamu, dan yang paling mendebarkan adalah ketika seorang anak terpintar dikelas menulis seperti ini “aku ingin membunuhmu”.

Mereka ini adalah anak2 pedalaman yang masih polos secara kasat mata, tapi memiliki banyak kerapuhan dalam hatinya. Dan ketika mereka kami minta untuk jujur akan perasaannya, semuanya baru semakin jelas. Dan akhirnya kami mengajak mereka untuk membawa pergumulan itu dihadapan Tuhan. Ada beberapa anak setelah beberapa minggu mengalami perubahan, tapi ada juga yang meminta maaf kepada kami karena tidak bisa melakukannya. Mereka ini adalah anak2, yang tidak pernah diberi ruang untuk mengungkapkan rasa sakit hati yang pernah mereka alami dan terus mereka simpan.

Kejujuran di hadapan Tuhan akan perasaan yang sedang dialami adalah hal yang menolong kita untuk bisa menemukan apa yang menjadi kehendak Tuhan.
-          Jujur akan rasa sakit yang dialami
-          Jujur akan begitu beratnya untuk berkata “AKU MEMAAFKANMU”
-          Jujur untuk bertanya di hadapan Tuhan apa yang harus saya lakukan ditengah situasi yang seperti ini.

Saya sampai sekarang masih mempercayai firman Tuhan yang berkata “barang siapa meminta akan diberi, siapa yang mencari akan mendapatkannya, dan siapa yang mengetuk pintu,akan dibukakan baginya”. Saya percaya ketika terus mencoba melatih diri untuk mendekatkan diri kepada Tuhan, maka kita akan tahu apa yang Tuhan inginkan dalam hidup kita. Bahkan dengan cara yang seperti ini dapat menjadi sarana untuk mengalami pertumbuhan rohani bersama dengan Tuhan. Kita tidak hanya menggunakan sebagai sarana untuk memberitahu sesuatu tentang diri kita, cara kita menanggapi masalah, tapi kita bisa memanfaatkan masalah untuk mencari cara baru menanggapi masalah, tujuan baru, dan dimensi baru tentang anugerah dan pengampunan. Karena tidak ada luka yang begitu parah sampai-sampai tidak bisa mendorong kita untuk pergi kesumber kesembuhan tersebut.

Saudara….
Begitu banyak kenangan pahit dalam hidup ini mungkin karena diri kita ataupun karena orang lain, demikian juga sebaliknya, orang lain memiliki kenangan pahit dalam dihidupnya. Dan setelah semua kenangan yang pahit tersebut, berikanlah satu kenangan manis untuk diingat yaitu PENGAMPUNAN.